Jumat, 13 Juni 2014

4 Tahun Tinggal di Rumah Hantu (Kisah Nyata)

Kisah Nyata 4 tahun tinggal di rumah hantu

 
sms atau whatsapp Vito Buku 082119305818 / 085721490923
Rp. 42.000,-

Sinopsis Buku :
“Kkrrrrrrrrrrrrkkkkkkkhhhh......” Terdengar sayup suara berderak.
Hembusan angin terasa keras menerpa ujung telingaku, dingin merayap di sekujur tubuhku. Aku menoleh ke belakang.
Seketika aku terperanjat, hampir tak percaya pada penglihatanku sendiri.
Sebaris lantai keramik di depan pintu kamar utama kulihat bergerak-gerak pelan membentuk gelombang, seperti ombak laut yang mengalun di sebuah pantai. Seolah ada sesuatu yang hendak keluar dari bawah lantai keramik itu.
Kucubit lenganku untuk meyakinkan bahwa aku tidak sedang bermimpi, berharap ini hanya halusinasiku saja. Tanganku terasa sakit, dan ini memang bukanlah mimpi. Ini nyata! Kenyataan yang ada di depan mata kepalaku sendiri!
Kenyataan yang tak bisa kuhindari.
Dengan memberanikan diri, kudekati keramik yang masih bergerak-gerak pelan lalu kutepuk dengan telapak tangan kiriku.

”Preeekkk.....”
Keramik-keramik itu berhenti bergerak, tetapi tiga buah keramik terlepas dari posisinya semula. Beberapa keramik di sebelah tiga keramik yang terlepas itu tak lagi melekat kuat pada semen di bawahnya, hingga dengan gerakan kecilku saja dapat kulepas satu per satu. Keramik-keramik itu kusingkirkan ke pinggir tembok, dan kini lekuk bekasnya yang terbuka itu tampak memanjang, seukuran tubuh orang dewasa.
Lama aku berdiri terpaku melihat keanehan itu. Tiba-tiba tengkukku serasa ditiup, dan kusadari kini bahwa bentuk longkapan bekas keramik itu menyerupai sebuah makam.

MENYERUPAI SEBUAH MAKAM!

Tanganku tiba-tiba bergetar, dingin oleh hembusan angin yang seketika menyeruak. Aku tak kuasa menahan getar dingin ditubuhku, ngilu pada tulang-tulangku. Rasa takut menyergapku. Dengan berjingkat kubuka pintu kamar utama dan kudapati istriku masih pulas bersama Pijar anakku.
Kuambil kembali keramik-keramik yang telah terlepas dan kututup lagi pada tempatnya semula. Aku tak ingin istriku merasa ngeri melihat longkapan sebaris keramik yang meyerupai makam.

“Pak...”
Aku terkesiap. Bu Darmi sudah berdiri di belakangku. Dia tampak aneh memperhatikan lantai keramik yang baru saja kurapikan.
“Oh, Bu Darmi.” Aku tergeragap. “Sejak kapan ibu berdiri di situ?” Kutatap mata Bu Darmi. Aku merasa kurang senang dengan kedatangannya yang telah mengejutkanku.
“Maaf pak,” Bu Darmi menundukkan mukanya.
“Ibu nggak tidur?”
“Saya mau ke kamar kecil pak.”
“Oh, silakan bu.”
Bu Darmi buru-buru melangkah ke kamar kecil. Sepertinya Bu Darmi ketakutan.

Aneh sekali sikapnya tadi.

0 comments:

Posting Komentar